Hening

3/19/2019

Bunyi dering handphone tiba-tiba memecah lamunanku, dengan terpaksa aku harus bangkit dari kasur lalu meraih sumber suara itu. Ah, ternyata alarm bangun tidur, tepat pukul 03.00 WIB. Alih-alih harusnya digunakan untuk tahajud, diriku bahkan belum tertidur sekejap detik pun. Lalu, malam itu kuhabiskan untuk apa? Hmm entahlah.

Sebenarnya jam 12-an tadi semua tugas-tugas pekerjaan sudah selesai, harusnya aku bisa tidur sebentar, apalagi pagi ini aku harus bertemu dengan seseorang di salah satu sudut ibukota, membicarakan kelanjutan project yang sedang ku kembangkan bersamanya. Namun entah kenapa, ketika tubuh sudah terebahkan di atas kasur yang empuk itu, hatiku tiba-tiba terasa rapuh, hampa, kosong. Sambil menatap langit-langit kosan kecilku, terlihat seekor cicak sedang berusaha mengejar nyamuk, ternyata jam segini masih ada makhluk Tuhan yang sedang mencari rezeki. Tak terasa, di tengah tatapan kosong itu air mataku jatuh. Eh bukan, mengalir lebih tepatnya.

Entah kenapa akhir-akhir ini aku selalu rutin mengalami fenomena itu, ada keluh dan rasa yang sangat ingin diungkapkan, namun semuanya hanya bisa terlampiaskan lewat air mata. Sesekali aku tertawa kecil, kok ya cowok nangis sih? Apalagi dulu pas masih kecil teringat cibiran bapak ketika aku kalah adu jotos dengan seorang teman, "kok laki-laki nangis? kalah noh sama si fulanah, dia aja ga pernah nangis." Fyi si fulanah yang dimaksud adalah tetangga perempuan yang sebaya denganku, namun sifatnya tomboy luar biasa. Awalnya aku ga suka dibanding-bandingkan dengannya, tapi lama-lama akupun jadi terbiasa, bahkan malah termotivasi supaya jadi lelaki tulen, mengalahkan si tomboy itu, hahaha lucu sekali jika diingat-ingat.

Tapi ya wajar menurutku, baik laki-laki atau perempuan pasti bisa menangis. Bedanya kebanyakan laki-laki lebih memilih untuk menangis di saat sepi, sendirian, tanpa ada seorangpun yang tahu. Sama dengan kondisiku sekarang.

Berulangkali langkahku terseok-seok, kadang bangkit, namun tiba-tiba jatuh. Begitulah terus-menerus terjadi. Aku paham, Tuhan sengaja menimpa semua ini kepadaku, supaya aku bisa belajar menjadi manusia yang kuat dan tahan banting. Namun sering juga aku merasa lelah bertarung sendirian, seolah di dunia ini tak seorangpun mau membantuku. Ah, firasatmu banyak drama Jul! Bukan hanya kau yang diberi masalah seperti itu, bahkan ada yang lebih berat!

Hmm iya betul, tapi sebagai makhluk sosial aku pun butuh orang lain untuk meredakan resah dan gelisah yang semakin menumpuk tak terarah. Apalagi aku seorang ekstrovert yang terbiasa mendapatkan energi di tengah keramaian, berbaur bersama kumpulan manusia, bertukar pikiran dan cerita dengan banyak orang, apa pun lah itu. Namun lagi-lagi kondisi saat ini memaksaku harus menjadi seorang introvert. Penyendiri, menjauh dari hiruk pikuk keramaian, berusaha menghindar dari sapaan banyak orang.

Kemana orang-orang yang dulu sering tertawa bersamaku? Kemana mereka yang pernah berkata akan selalu membantu dan mendukungku? Hingga sekarang, tak lagi ku dapati mereka. Mereka hanya menoleh sebentar, lalu pergi dengan urusan masing-masing.

Untung saja, aku masih punya 2-3 orang sahabat karib yang masih ada untukku, namun sekarang mereka pun tengah berjuang di medan tempur yang bernama skripsi dan tugas akhir, dan saya yakin itu cukup menyita waktu dan pikiran. Aku pun tak berani menganggu, biarkan saja mereka menyelesaikan urusannya masing-masing.

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

Ayat itu salah satu favoritku dulu ketika tengah merasa futur seperti ini. Tapi kenapa ya sekarang kok jurus itu seolah tidak ampuh dan mempan sama sekali. Tuhan, apakah Engkau ingin menghukumku karena selama ini aku terlalu sering bergantung kepada makhluk lemah yang bernama manusia, lalu alfa meminta pertolongan-Mu? Jika iya, berikan aku kekuatan agar aku bisa menjalani hukuman itu dengan lapang dada.

Atau apakah Engkau sedang cemburu dan ingin supaya aku lebih mendekat lagi kepada-Mu, lalu menggantungkan segala harap hanya kepada-Mu semata? Jika iya berikanlah keikhlasan di hatiku agar bisa menerima semua ketetapan dan takdir-Mu, tenangkanlah hatiku, sebagaimana Engkau pernah menenangkan hati Musa ketika hendak berhadapan dengan ayah tirinya yang zalim lagi durhaka itu.

Tuhan, aku sombong dan angkuh di hadapan-Mu. Aku sudah menjauh dari-Mu. Jangan murka kepadaku Tuhan. Aku tak punya kuasa menghadapi kemurkaan-Mu. Maafkan aku, Ampuni aku, rahmati aku, jangan tinggalkan aku :(



You Might Also Like

0 Komentar

Admin berhak sepenuhnya menyaring komentar yang akan ditampilkan. Berkomentarlah secara bijak dan cerdas.

Follow Me