10 Jenis Peci dari Berbagai Negara

2/17/2018

Pakaian kepala (headwear, headgear, headdress) merupakan jenis pakaian yang dipakai di atas kepala atau menutupi kepala, umumnya hampir digunakan di seluruh belahan dunia. Penggunaan penutup kepala dilatar belakangi oleh berbagai faktor seperti budaya, geografi, iklim, agama dan berbagai kebutuhan lainnya seperti topi perang dan lain-lain.

Penutup kepala juga identik dengan aturan agama. Mayoritas agama di dunia memiliki model penutup kepala yang menjadi ciri khas mereka. Dastaar atau Pagri yaitu sorban yang dipakai oleh pemeluk Sikh, Kippa yang dipakai oleh pemeluk Yahudi dan peci yang biasanya dipakai oleh umat muslim.

Dalam agama Islam penutup kepala tidak memiliki bentuk yang khusus. Semuanya dipengaruhi oleh faktor budaya (dalam ushul fiqh disebut Al-'Urf). Bahkan sorban merupakan produk budaya Arab. Hanya saja karena Rasulullah memakai sorban (imamah) maka penggunaannya menjadi sunnah. Artinya, memakai sorban dianjurkan karena Rasulullah pernah memakainya, bukan menjadi aturan agama. Dalam ajaran Islam hanya mengatur agar memakai pakaian ketaqwaan, yaitu pakaian keimanan dan sopan santun serta menutup aurat (sesuai tuntunan syar'i).

Oleh karena itu model penutup kepala ummat muslim sangat beragam pada setiap daerah sesuai dengan kebudayaan yang berkembang disana. Indonesia sendiri populer dengan peci, kopiah dan songkok. Meski ketiganya berfungsi sebagai penutup kepala, namun asal mula sejarahnya berbeda-beda.

Peci misalnya,  ketika masa penjajahan Belanda disebut Petje. Berasal dari kata Pet yang diberi imbuhan jeSedangkan kopiah diadopsi dari bahasa Arab, kaffiyeh atau kufiya. Namun, wujud asli kaffiyeh berbeda dengan kopiah. Sedangkan songkok dalam bahasa Inggis dikenal istilah skull cap atau batok kepala topi, sebutan oleh Inggris bagi penggunanya di Timur Tengah.

Di wilayah Indonesia atau Melayu yang pernah dijajah Inggris, kata tersebut mengalami metamorfosa pelafalan menjadi skol kep menjadi song kep dan sampai menjadi song kok. Kata songkok pernah populer di era kebangkitan nasional.

1. Songkok/Kopiah




Bagi masyarakat Indonesia maupun melayu, Songkok atau Kopiah menjadi pakaian khusus yang dipakai oleh lelaki Muslim, bahkan pernah menjadi pakaian khas untuk melawan penjajah pada masa silam.

Sejarah mengenai asal-muasal songkok juga beragam versi. Ada yang berpendapat Laksmana Ceng Ho (Cheng Ho merupakan laksamana dari Cina beragama Muslim) yang membawa peci ke Indonesia. Peci berasal dari kata Pe (artinya delapan) dan Chi (artinya energi), sehingga arti peci itu sendiri merupakan alat untuk penutup bagian tubuh yang bisa memancarkan energinya ke delapan penjuru angin.

Dalam versi lain yang terdapat dalam "The Origin of the Songkok or Kopyah" karya Rozan Yuno, songkok diperkenalkan oleh pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara. Pada saat yang sama, dikenal pula sorban atau turban. Namun sorban dipakai oleh para cendekiawan Islam atau ulama, sedangkan songkok dipakai oleh kaum biasa.

Versi lain menjelaskan bahwa kopyah sudah dikenal sejak zaman Sunan Giri. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia, menulis bahwa kopyah (peci)  sudah dikenal di daerah Giri, salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa.

Namun penggunaan Songkok mulai dikenal secara nasional ketika Soekarno mempopulerkannya. Di masa penjajahan, Ir Soekarno menggunakannya sebagai simbol pergerakan dan perlawanan terhadap penjajah.

Dalam buku otobiografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno bercerita bagaimana ia bertekad mengenakan peci sebagai lambang pergerakan. Pada masa itu pula kaum cendekiawan pro-pergerakan nasional enggan memakai blangkon, misalnya, tutup kepala tradisi Jawa.

2. Fez/Tarbush


Peci jenis ini berasal dari Turki, dikenal juga dengan nama ‘fezzi’ atau ‘phecy’ oleh lidah orang Indonesia menyebutnya dengan Peci. Sebagian menyebut topi ini dengan Red Kufi, Takke, Sarik dan lain sebagainya. Di Mesir peci ini dililit dengan kain sorban dan dikenal dengan nama Tarbush atau Imamah Azhari. Di Asia Selatan (India dan sekitarnya) disebut Roman Cap/Rumi Cap yang artinya Topi Romawi.

Jika dirunut ke belakang, topi Fez berasal dari budaya Yunani Kuno dan diteruskan oleh budaya Yunani Byzantium. Ketika Turki Ottoman mengalahkan Yunani Byzantium (Anatolia) maka kerajaan mengadopsi budaya penggunaan topi fez ini terutama ketika pemerintahan Sultan Mahmud Khan II (1808-1839).

Pada tahun 1826, Sultan mahmud II mulai melakukan reformasi pada angkatan bersenjatanya. Modernisasi ini juga dilakukan pada pakaian seragam militernya yang mengadopsi gaya Barat dan terdapat penambahan seragam di bagian kepala, yaitu topi fez yang dilengkapi dengan lilitan kain. Tahun 1829, Sultan memerintahkan para warga sipil untuk memakai fez tanpa lilitan, dan melarang penggunaan turban. Penggunaan fez ini pun mulai populer dan meluas di kalangan rakyat Turki.

Topi fez atau tarbush ini tidak hanya dipakai oleh umat Muslim, tetapi juga penganut agama lain. Contohnya seperti penganut Druze, Yahudi Samaritan, bahkan cabang kelompok rahasia Freemason yaitu Shriners menggunakan topi fez sebagai atribut khas agama mereka.


3. Karakul


Karakul (atau Qaraqul) adalah sebuah topi yang terbuat dari rambut domba Qaraqul atau rambut lembu foetus, sekilas bentuknya mirip dengan songkok di Nusantara. Topi triangular tersebut merupakan bagian dari pakaian adat orang asli Kabul yang telah digunakan oleh beberapa generasi pria di Afghanistan.

Rambut yang digunakan untuk membuatnya disebut sebagai Astrakhan, broadtail, qaraqulcha, atau lembu Persia.

Topi qaraqul biasanya dikenakan oleh pria Asia Tengah dan Asia Selatan. Bahkan digunakan oleh mantan raja Afghanistan Amanullah Khan pada 1919, Muhammad Ali Jinnah sang pendiri negara Pakistan dan beberapa kalangan ulama seperti Abu Ala Al-Maududi serta presiden Afghanistan Hamid Karzai.
Karakul, yang telah menjadi kekhasan bagi seluruh pria perkotaan berpendidikan sejak permulaan abad ke-20, telah menjadi mode di Afghanistan.

4. Pakol


Selain Karakul, peci dengan nama Pakol ini juga menjadi peci khasnya Afghanistan dan Pakistan khususnya bagi para mujahidin-mujahidin disana. Pakol (dieja Pakul atau Khapol, dari Khowar bahasa Chitral) adalah topi laki-laki yang berbentuk bulat berlapis lunak, biasanya dari wol dan ditemukan dalam berbagai warna sederhana: coklat, hitam, abu-abu, atau gading.

Pakol berasal dari Chitral dan Gilgit, daerah yang berada di Utara Pakistan. Populer diantara suku-suku Pashtun Utara pada awal abad kedua puluh sebagai pengganti sorban mereka yang besar dan rumit.

Ada dua tipe dasar Khapol: gaya Chitrali, yang penuh dijahitan, dan gaya Gilgiti yang dikenakan seperti topi rajut. Khapol Chitrali memiliki banyak variasi yang populer di Pakistan dan Afghanistan.

Pakol sering dijumpai di Afghanistan, Pakistan, Uzbekistan dan Tajikistan. Di Pakistan, sangat populer di Provinsi North West Frontier dan Daerah Utara seperti Gilgit dan Hunza dan Chitral, serta di beberapa daerah Utara di Jammu dan Kashmir.

Peci ini mendapat perhatian Barat pada 1980-an, terkenal sebagai seorang topi seorang Muslim Pashtoon atau mujahidin. Pakul kemudian menjadi penututup kepala mujahidin Afghanistan yang berjuang melawan penjajahan Soviet (1979-1989).

Alasan kenapa pakul dipakai adalah sebagai penggati sorban karena topi pakul tidak memiliki bagian pellindung depan seperti topi konvensional. Pada topi konvensional bagian depan topi akan bersinggungan dan menghalangi sujud ketika shalat, dengan pakul yang berfungsi sebagai pengganti sorban hal ini tidak terjadi lagi.

5. Papakha


Papakha adalah peci khas yang dipakai oleh ummat Muslim Chechen (Negara Chechnya) di daerah dataran Rusia. Peci ini ikonik karena salah seorang pejuang Muslim Syaikh Imam Shamil pernah memakainya dalam melawan Rusia.

Papakha juga dikenal sebagai topi Astrakhan dalam bahasa Inggris, adalah topi wol yang dikenakan oleh pria di seluruh Kaukasus. Kata papakha berasal dari Turki. Bahan yang digunakan juga dipengaruhi oleh iklim dingin disana. Papakha sangat tinggi dan berat, sehingga membuat pemakainya tak bisa membungkukan kepala. Sepertinya papakha memang sengaja dibuat agar penggunanya terus menegakan punggungnya.

Benda paling penting bagi bangsa Kazaki adalah shashka (pedang) dan papakha. Di Dagestan, ada tradisi menggunakan papakha untuk melamar seorang perempuan. Jika seorang lelaki ingin meminang seorang gadis namun terlalu takut melakukannya secara terbuka, ia bisa melemparkan papakha-nya ke jendela sang gadis. Jika perempuan yang dicintainya itu tak kunjung melemparkan kembali topi tersebut, artinya gadis itu menerima pinangan itu.

6. Kalpak


Kalpak, yang biasa disebut "Ak Kalpak" (Kalpak putih), adalah topi yang biasanya terbuat dari empat panel putih dengan pola tradisional dijahit menjadi hiasan. Topi ini dipakai oleh muslim laki-laki dari segala umur terutama di pedesaan Kyrgyzstan, dan merupakan simbol kebangsaan.

Walau terlihat agak aneh, tutup kepala ini juga merupakan barang praktis yang menjaga kepala tetap hangat di musim dingin dan melindungi dari panas di musim panas.

Topi ini menjadi sebuah identitas khusus bagi orang-orang Krygyzstan. Bahkan bagi orang-orang yang tinggal di Barak (salah satu kota Krygyzs yang berada di teritorial Uzbekistan) tetap memakai Kalpak. Namun saat berkumpul dengan orang-orang Uzbek mereka akan memakai Tubeteika (topi khas Muslim Uzbek).

Ada sebuah norma tradisi yang dipatuhi saat memakai Kalpak oleh orang-orang Krygyz:
  1. Tidak boleh membunuh saat memakai kalpak
  2. Kalpak tidak boleh diletakkan diatas tanah
  3. Kalpak diletakkan di sebelah kepala di malam hari, tidak boleh di kaki.

7. Tubeteika


Jika Kalpak identik dengan orang Kyrgyzstan, maka Tubeteika adalah topi khas bagi orang-orang Uzbekistan. Dari segi tampilan tubeteika hampir mirip dengan peci yang ada di Indonesia dengan hiasan khas budaya Uzbeknya. Nama "tubeteika" berasal dari kata Turki yang artinya "puncak, sebuah puncak". Bukan hanya tutup kepala orang-orang Uzbekistan. Tubeteika juga dipakai di Afganistan, Iran, Turki, Sinkiang, Tatar Povolzhie, dan Bashkir. Bentuk paling umum dari tubeteika Uzbek adalah tetrahedral dan sedikit berbentuk kerucut.

Tubeteika dipakai pria, wanita, anak-anak (untuk anak laki-laki, anak perempuan, dan bayi), dan pria tua. Tubeteika untuk anak-anak disebut kulokcha, kalpokcha, duppi, kulupush berbeda dalam variasi bahan dan warna.

Tubeteika berbeda dalam bentuk, pola, dan warnanya tergantung daerah tempat mereka dibuat. Sebagai contoh, duppies dari Chust memiliki pola "curam" dan tinggi; tubeteikas dari lembah Fergana memiliki pola polos; Varietas Samarkand dibedakan dengan metode bordir, corak dan warna unik; topi Bukhara yang disulam emas. Jadi, dalam tradisi, berbagai pola bordir pada tubeteikas telah berkembang selama berabad-abad.

8. Kofia


Kofia adalah topi silindris seperti songkok yang dikenakan oleh pria di Afrika Timur, terutama orang-orang Swahili. Kofia adalah kata Swahili yang berarti topi. Kofia dikenakan dengan dashiki, kemeja Afrika berwarna-warni yang disebut kemeja kitenge di beberapa wilayah di Afrika Timur. Di Uganda, kofia dipakai dengan kanzu pada acara-acara informal. Di Somalia, topi ini dikenal sebagai "koofiyad".

Jomo Kenyatta, Presiden Kenya yang pertama, sering mengenakan kofia. Topi ini populer di Mayotte. Kofia tradisional memiliki lubang pin kecil di kain yang memungkinkan udara masuk. Di Afrika Barat, topi ini disebut kufi.

9. Peci Shindi


Peci Sindhi juga dikenal sebagai peci Saraiki adalah peci yang dipakai sebagian besar orang-orang Sindhi di provinsi Sindh di Pakistan; Namun peci ini juga diadopsi oleh orang-orang Saraiki dan orang Baloch termasuk orang-orang Pashtun. Peci Sindhi dianggap sebagai bagian penting budaya Sindhi dan budaya Saraiki. Ini juga merupakan simbol nasionalisme Sindhi selama ratusan tahun. Dalam budaya Sindhi, peci Sindhi sering diberikan sebagai hadiah atau sebagai tanda hormat, bersama dengan Ajrak.

Bentuk peci dengan potongan tengah membentuk gapura masjid adalah ciri khas dari peci ini. Peci ini banyak diproduksi terutama di Tharparkar, Umerkot, Sanghar, Kandhkot, Larkana, Nawabshah dan beberapa distrik lain di Sindh.

10. Peci Haji


Peci dengan mayoritas warna putih ini sering disebut dengan peci haji, karena sering dibawa pulang oleh jamaah haji. Sehingga ada suatu anggapan bahwa siapa yang memakai peci putih maka dia sudah haji dan dipanggil pak haji. Namun sekarang anggapan seperti ini sudah tidak ada lagi. Peci putih sering digunakan oleh santri pesantren. Tidak diketahui bagaimana sejarah dan apa nama khusus dari jenis peci ini walaupun ada yang menyebutnya sebagai peci Hadramaut.



You Might Also Like

0 Komentar

Admin berhak sepenuhnya menyaring komentar yang akan ditampilkan. Berkomentarlah secara bijak dan cerdas.

Follow Me